Jumat, Mei 15, 2009

Renungan Tengah Malam

Hidup.... ya...hidup dan kehidupan ini penuh dengan lika dan liku yang mana membutuhkan perjuangan dan pengorbanan untuk menggapai hidup yang berarti. Berarti untuk diri sendiri, keluarga dan berarti untuk lingkungan masyarakat di mana kita tinggal. Lalu, apakah hidup kita selama ini sudah mempunyai arti setidaknya untuk diri kita sendiri?
Detik berganti menit, jam, hari lalu minggu, bulan dan seterusnya... waktu terus berjalan dan usia kita semakin berkurang. Jangan sampai waktu yang terbuang hilang percuma tanpa makna buat kita. Ada pepatah, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan kulit, lalu... apa yang akan kita tinggalkan ketika kita menghadap kembali ke hadirat Allah SWT. Apakah kita akan meninggalkan hutang buat anak-anak kita?

Suatu malam yang sepi ditepi pinggiran sawah, ku coba merenungi akan segala tindak-tanduk dan langkah kakiku selama ini. Banyak hal yang tiba-tiba terlintas dalam benakku. Kenangan beberapa tahun silam seperti terputar kembali di layar lebar. Bagaimana kehidupan sepuluh tahun silam menghiasi kehidupanku. Yach..masa dimana sedang mencari jatidiri, merambah kehidupan yang sebenarnya. Lintasan kejadian di renungan malam dimulai ketika aku menginjakan kaki di kota kripik Purwokerto. Yach..berbekal ijasah SMA, aku coba mengadu nasib di Kota Purwokerto. Mungkin ada rekan yang bertanya, apa tidak lanjut kuliah selepas SMA? Memang waktu itu aku tidak berminat untuk lanjut studi.
Ada hal yang mendorong aku untuk secepatnya bisa mencari uang sendiri. Aku pengin tunjukan pada keluargaku, pada saudara-saudaraku bahwa aku juga bisa mencari uang saku sendiri, tidak selamanya menjadi beban keluarga. Yach..beberapa hari luntang-luntung nggak karuan juntrungnya di Kota Purwokerto, yang penting aku dapet kerjaan. Dan alhamdulillah, ada sebuah rumah makan atau kerennya sebuah KFC yang butuh karyawan. Tanpa pikir panjang lagi, aku kirim lamaran, trus interview dan akhirnya aku diterima kerja sebagai asistant tukang masak. Yach.... assistant koki, kenapa nggak?


Memang aneh dan saya sendiri nggak ada background untuk jadi tukang masak, tapi yach semua bisa dipelajari kok. Kenapa harus takut? Setelah satu bulan training, aku langsung terjun di dunia kerja yang sesungguhnya dan yang terpenting aku dah dapet penghasilan buat biaya hidup di Purwokerto. Hari-hari aku lalui dengan kesibukan menyiapkan ayam goreng, bersih-bersih dapur, bikin bumbu, bikin soup, ngepel lantai dan sebagainya. Setelah tiga bulan, aku mulai berfikir dengan sistem kerja yang agak amburadul. Aku kerja dari mulai jam 08.00 pagi nyampe jam 10.00 malam, yach memang ada istirahatnya alias gantian dengan kokinya tapi.... ada yang kurang dan hilang dari hidupku. Ibadah...yach. ibadah yang seharusnya aku lakukan dengan istiqomah jadi berantakan nggak teratur. Hatiku berontak, hatiku menjerit, haruskah aqidah yang selama ini aku bangun terkotori dengan hasrat mencari duit.....? (okey, aku sambung kisahku ini dilain waktu)

Tidak ada komentar: